Rabu, 20 Mei 2009

PRESS RELEASE 20 MEI 2009

Press Release
Perjalanan menuju Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia yang sesungguhnya telah mencapai 101 tahun namun keinginan itu masih sebatas mimpi yang jauh diatas awan. Dalam bidang energi, Indonesia sudah menjadi net-importir minyak bumi padahal pada dasawarsa 70-an minyak bumi dan gas bumi menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia, hal ini tentunya menjadi sebuah keprihatinan dan sinyal bahaya yang harus segera ditangani oleh pemerintah. Kondisi tersebut dapat dilihat dari premis-premis sektor energi Indonesia hari ini yaitu : penurunan jumlah produksi Migas, peningkatan kebutuhan Migas dalam negeri, persedian listrik dan BBM yang kurang dari kebutuhanya, harga BBM yang sulit dikendalikan dan pemerintah kurang transparan dalam koordinasi dan pengambilan kebijakan.
Melihat hal tersebut kami BEM KM FMIPA UGM hari ini Rabu, 20 Mei 2009 menuntut kepada pemerintah Indonesia untuk mengedepankan permasalahan sektor energi dan melakukan tindakan nyata sebagai bukti keseriusan pemerintah. Sesuai dengan point pertama dan ke empat Tujuh Gugatan Rakyat (TUGU RAKYAT) yaitu Nasionalisai aset-aset strategis bangsa, Kembalikan kedaulatan bangsa pada sektor pangan, ekonomi, dan energi, untuk itu kami menginginkan pemerintah melakukan tindakan sebagai berikut :
1. Mengatur harga dan subsidi energi dalam negeri diutamakan untuk kepentingan rakyat kecil.
2. Meninjau kembali beberapa kebijakan pasar pada sektor energi.
3. Melakukan efisiensi energi transportasi (pembatasan jumlah kendaraan pribadi) dan pemberian insentif kepada masyarakat yang menggunakan sumber energi mandiri.
4. Memaksimalkan pengembangan riset dan aplikasi pemanfaatan energi baru seperti air, geothermal,angin, surya dan lain-lain.

Yogyakarta, 20 Mei 2009
Ketua BEM KM FMIPA UGM

Aza El munadiyan

Minggu, 17 Mei 2009

CATATAN AZA

Sabtu, 14 juni 2008 @ Mardliyah ruang B
Pembicara : Benny Rahmat
Revalitasi dakwah Siyasi
Penurunan kualitas ruhiyah menyebabkan amal-amal yang dihasilkan tidak barokah.
Ketakutan Umar Bin Khotob : “ Kalian bermaksiat di jalan Alloh “
Tidak ada sikap berlebih-lebihan dalam menjaga kualitas ruhiyah.
Melayani umat=melayani diri sendiri
Cara menjaga kualitas ruhiyah :
1. Menjaga wudhu => terbiasa menjaga amanah
2. Belajar dari sholat=> Membentuk karakter da’I (berdisiplin)
3. Mantradisikan membaca Al-Ma’Surat
4. Akrab dengan Al-Qur’an
Kriteria kader dakwah :
1. Kredibilitas moral
2. Keindonesiaan ( wawasan kebangsaan)
3. Kepakaran
4. Kepemimpinan
5. Kapasitas diplomasi dan jaringan
6. Proffesionalisme
“ Nabi Ibrahim mampu bertahan dalam kesendirianya.

Social politik Engineering, Desa pethung, cangkringan
Manajemen isu dan opini ( Kartika Nurrohman, 085228578107)
Opini : masih dalam pikiran
Opini public : Pemikiran yang telah dipublikasikan
Citra : hasil dari publisitas
Definisi : Pandangan orang lain terhadap diri kita.
Citra kita :
Tidak bisa dikendalikan
Membawa kebaikan/keburukan.
Citra tidak mencerminkan hal yang sesungguhnya.
Citra majemuk menyebabkan lembaga ;
Melakukan standard ganda jika terjadi multiple image
Lembaga inkonsisten.

SKEMA PEMBENTUKAN OPINI
Sender => pesan => Recevier
Karakter berita yang dicari :
1. Time lines ( berita aktual)
2. Proximity ( Kedekatan dengan masyarakat)
3. Significant (Membuat sesuatu menjadi pasti)\
4. Luar biasa
5. Dampak akibat berita
6. Ketegangan

Manajemen konflik
Abud
Sumber konflik dalam suatu organisasi:
1. Ketidakcocokan tujuan, value, interest.
2. Tanggung jawab yang tidak didiskripsikan dengan jelas
3. Konflik peran
4. Orientasi akan adanya perubahan.
5. Iklim organisasi.



Organisasi manajemen konflik
Kita
Menang-menang
( sinergi) Menang – kalah
( Kompetisi )
Kalah – menang
( Akomodasi ) Kalah – kalah
( menghindari )

Menang-menang ( sinergi)
Tujuan :
• Menyesuaikan dengan consensus
• Mengakomodasiu 2 kepentingan
Menang – kalah ( Kompetisi )
Tujuan :
 Isu cepat, tepat
 Dipergunakan kekuasaan
 Sebaiknya dipergunakan kekuasaan sebaiknya digunakan sewaktu kondisi memaksa yang dibutuhkan penyeseaian

Sabtu, 16 Mei 2009

Pendahuluan
Sebuah bangsa adalah kumpulan dari tata nilai (values). Sendi sendi yang menopang sebuah bangsa umumnya adalah berupa karakter dan mentalitas rakyatnya yang menjadi pondasi yang kukuh dari tata nilai bangsa tersebut. Keruntuhan sebuah bangsa umumnya ditandai dengan semakin lunturnya nilai nilai bangsa tersebut, walaupun secara fisik bangsa tersebut sebenarnya masih eksis. Hari ini Tuhan memberi kita anugerah sumber daya melimpah: sumber daya pertanian, kelautan/perikanan, kehutanan, pertambangan, dan energi. Lahan pertanian kita amat subur, iklim cukup kondusif, megadiversitas plasma nutfah dan bahan pangan amat melimpah. Kita juga memiliki 10 komoditas unggulan yang masuk peringkat 1-6 dunia, seperti beras, lada, kopi, cokelat, minyak kelapa sawit, karet, dan biji-bijian.
Dengan luas laut 5,8 juta kilometer persegi dengan pantai terpanjang di dunia, Indonesia memiliki sumber daya perikanan laut melimpah: mencapai 6,26 juta ton per tahun yang diperkirakan bernilai US$ 82 miliar. Juga ada sumber daya terbarukan: mangrove, energi gelombang, pasang-surut, angin, dan Ocean Thermal Energy Conversion. Laut juga kaya akan sumber daya tak terbarukan: minyak, gas bumi, dan aneka jenis mineral. Laut jadi penyedia jasa lingkungan: pariwisata bahari, industri maritim, dan jasa angkutan laut. Di bidang energi, kekayaan minyak memang meluruh. Namun, cadangan gas bumi (baik terbukti maupun potensial) Indonesia cukup besar: sekitar 390 triliun kaki kubik atau 65 miliar setara barel minyak (SBM). Ini cukup untuk mengganti selama 90 tahun konsumsi energi saat ini. Cadangan batu bara mencapai 90 juta SBM per tahun yang dapat mengganti lebih dari 100 tahun tingkat konsumsi energi saat ini. Indonesia juga memiliki sumber daya energi baru dan terbarukan yang melimpah, berupa panas bumi, biomassa, mikrohidro, angin, surya, gambut, pasang-surut, dan gelombang. Ini jenis energi yang mendekati ideal dari sisi lingkungan dan kesinambungan pasokan. Sebagai daerah vulkanik, Indonesia kaya akan energi panas bumi. Potensinya mencapai 20 ribu MW: 8.000 MW di Jawa, 5.000 MW di Sumatera, sisanya di pulau-pulau lain. Sebagai negara tropis dengan sinar matahari penuh sepanjang tahun, Indonesia kaya akan biomassa hasil fotosintesis yang potensinya 50 ribu MW. Indonesia juga kaya akan bahan bakar nabati. Menurut Kementerian Ristek/BPPT, setidaknya ada 60 tanaman penghasil minyak lemak yang bisa digunakan sebagai bahan baku biofuel (bioetanol atau biodiesel). Dua modal dasar itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sebab, jika tidak, pihak lain (baca: asing) yang justru akan memanfaatkannya.
Sayangnya, yang terjadi selama ini, dua modal dasar tersebut banyak mengalami salah urus. Sumber daya (pertanian, kelautan/perikanan, kehutanan, dan energi) tidak didayagunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebaliknya justru diserahkan ke pihak asing (ini terjadi pada minyak bumi dan aneka tambang), lebih diprioritaskan untuk asing (seperti terjadi pada gas dan batu bara), atau dibiarkan dijarah asing. Ini terjadi berkat kerja sama asing dengan kaum komprador dan pemburu rente. Akal sehat mana yang bisa membenarkan diskriminasi soal gas: industri pupuk kelimpungan, bahkan beku operasi karena tidak kebagian gas? Jika pun tersedia gas, harganya 3-4 kali lebih besar ketimbang yang dijual ke Cina. Akal sehat mana yang bisa menerima kenyataan kemiskinan masif para nelayan, sementara pencurian ikan oleh asing (Rp 30 triliun per tahun) terus berlangsung?
Ketika kita terus menghadapi krisis berkepanjangan ini, banyak orang yang berupaya untuk mencari akar masalahnya dengan fikiran mereka sendiri. Sebagian orang yang berpikir “kebarat-baratan” menganggap bahwa akar masalah dari krisis ini adalah karena kita tidak berorientasi ke Barat. Sedangkan sebagian orang yang berpikir “ketimur-timuran” menganggap bahwa akar masalah krisis multidimensi Indonesia disebabkan bangsa ini tidak mau berorientasi ke Timur. Apakah yang salah dalam sistem kehidupan kita berbangsa dan bernegara ? Apakah benar orientasi ke barat atau ke timur menjadi biang keladi kemunduran besar bangsa ini ? Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah SWT telah memberikan peringatan yang paling hakiki dalam masalah ini dengan firman-Nya : “Bukanlah menghadapkan wajah kamu ke timur dan ke barat itu suatu kebajikan. Tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, serta (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta orang-orang yang menepati janjinya apabila berjanji, serta orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Surat Al baqarah ayat 177).
Pengertian Kemandirian
Kemandirian, menurut Sutari Imam Barnadib (1982) dalam Mu’tadin, Z meliputi “Perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah/hambatan, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain”. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali yang mengatakan bahwa “Kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri”. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. Dengan demikian akan berperilaku yang :
1. mampu menganbil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
2. memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya,
3. bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.
Dalam konteks kebangsaan, bangsa yang mandiri itu artinya bangsa yang mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan segala sumberdaya yang dimiliki, mampu memecahkan persoalan yang dihadapi dan mampu mengembangkan inovasi dan riset di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang akhirnya memiliki keunggulan dan daya saing. Hal ini dipertegas oleh Robert Havighurst (1972) bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu :
1. Emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang lain,
2. Ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain,
3. Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan kemampuan mengembangkan daya kreasi dan inovasi.
4. Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak menunggu aksi dari orang lain.
Memperhatikan beberapa aspek di atas, berarti kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan hidupnya dimana suatu bangsa akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi yang dihadapinya
Akar Permasalahan
Fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh dalam tata nilai dari berbagai bangsa termasuk bangsa Indonesia. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita dan menggantinya dengan tata nilai pragmatisme dan populerisme asing. Di pihak lain, globalisasi adalah juga sebuah fenomena alami, sebuah fragmen dari perkembangan proses peradaban yang harus kita lalui bersama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada makalah ini globalisasi akan dijadikan sebagai acuan untuk mengulas pembangunan karakter bangsa menuju pada kemandirian bangsa.
Mengapa globalisasi digugat? Karena globalisasi adalah anak kandung kapitalisme. Jadi secara tidak langsung, memprotes globalisasi juga memprotes kapitalisme dunia.Kapitalisme mendasarkan diri pada pasar bebas, tanpa ada campur tangan pemerintah dalam segala urusannya. Kapitalisme hanya bisa berdiri tegak jika segala rintangan menuju
pasar bebas dihilangkan. Bagi kelompok antiglobalisasi, bebasnya rintangan telah memungkinkan negara maju mengambil alih berbagai sumber daya, kekuatan dan kekayaan dunia ketiga. Perusahaan transnasional menancapkan kuku-kukunya di negara maju. Masyarakat dunia ketiga diciptakan untuk menjadi pekerja, sementara kekayaan
perusahaan transnasional itu diangkut ke negara maju. Inilah yang menyebabkan kemiskinan. Masalahnya sekarang adalah, apakah kapitalisme harus dibenci sedemikian kerasnya, sehingga tidak ada sisi positif dari kapitalisme? Kita harus membedakan terlebih dahulu antara kapitalisme (baca juga: mental kapitalis) itu sendiri dengan semangat kapitalis. Kapitalisme intinya adalah paham yang menekankan pada akumulasi kapital. Dalam perkembangannya, kapitalisme berorientasi pada penciptaan modal dan keuntungan sebesar-besarnya. Kapitalisme (melihat sejarah perkembangannya) setali tiga uang dengan liberalisme. Kapitalisme hanya akan bisa menemukan titik pertumbuhan yang baik jika didukung oleh liberalisme. Dalam perkembangannya, karena mementingkan masalah akumulasi kapital, kapitalisme hanya berorientasi pada tujuan dan tidak mengindahkan cara mencapai tujuan. Akibatnya, kapitalime itu sendiri di satu sisi menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami kemajuan, modal terkumpul, tetapi di sisi lain tidak jarang praktik kapitalisme justru merugikan khususnya mereka yang tidak mempunyai kapital. Kelompok orang miskin adalah korban utama dari kapitalisme ini. Karena kurangnya sumber daya yang mereka miliki, ditambah dengan tiadanya kekuatan kapital yang dimiliki, maka ia terpinggirkan atau sengaja dipinggirkan. Pada akhirnya, mereka cenderung dieksploitasi untuk kepentingan kapitalisme. Pembangunanisme yang tak lain adalah praktik kapitalisme cenderung menjadi bencana bagi kaum miskin. Karena kaum miskin biasanya banyak hidup di negara dunia ketiga, maka kapitalisme sesungguhnya juga bencana bagi dunia ketiga.

Pembangunanisme menjadi praktik eksploitasi manusia atas manusia. Manusia sengaja menghisap manusia lain. Dengan kata lain, negara kaya menghisap negara miskin. Anehnya, negara miskin tidak sadar bahwa mereka dihisap sedemikian rupa oleh negara maju, dan dibuat tergantung pada negara maju.Tetapi, sebenarnya, kapitalisme juga menyimpan semangat juang pantang mundur untuk kesejahteraan manusia. Dari sejarahnya, semangat kapitalis menekankan adanya semangat progresif. Setidaknya ada dua sosiolog yang
dikonotasikan dengan semangat kapitalis. Yang pertama, adalah Max Weber, penulis The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. Dalam buku itu diceritakan semangat kapitalis tidak saja diperbolehkan oleh etika Protestan, tetapi justru diwajibkan. Ia tak ragu-ragu lagi mengatakan, kemajuan Eropa seperti yang kita saksikan saat ini sangat dipengaruhi oleh
etika Protestan tadi. Yang kedua adalah Peter L Berger. Ia menunjukkan bahwa semangat kapitalis memengaruhi dan merangsang timbulnya sistem hukum dan kebudayaan yang rasional, sistem ekonomi yang efisien dan sistem politik yang demokratis. Berdasarkan perspektif ini, semangat kapitalis memperoleh "pembenaran" sosial.Weber mulanya mengamati doktrin teologis dari beberapa sekte Protestan, terutama ajaran Calvinis (yang dianggapnya paling banyak mendukung tumbuhnya semangat kapitalis). Baginya, bahwa ajaran Calvinis mengenai takdir dan nasib manusia "di hari nanti", merupakan doktrin yang memberi motivasi utama sikap hidup duniawi para penganutnya. Hanya manusia yang sanggup menyesuaikan ajaran Tuhan akan menjadi manusia terpilih. Karena ajaran Tuhan menurut Calvinis mengharuskan umatnya bekerja keras di dunia, maka kerja keras adalah jalan menuju manusia terpilih itu sendiri. Kesuksesan hidup di dunia adalah tolok ukur bahwa ia adalah manusia terpilih. Menurut Calvinis kerja keras adalah panggilan hidup, sementara menurut agama Katolik kerja keras diperlukan untuk kelangsungan hidup. Kerja keras tak lain adalah ibadah yang dalam perkembangannya memunculkan semangat kapitalis.

Melihat pemaparan di atas, jadi semakin jelas bahwa memprotes kapitalisme secara serampangan tentu bukan pada tempatnya, karena semangat kapitalis (yang sebenarnya juga terkandung dalam kapitalisme) justru diperlukan untuk membangun peradaban dan kesejahteraan manusia. Sementara kapitalisme justru semakin memperburuk citra manusia. Dari sini bisa dipahami, bahwa yang diprotes oleh para antiglobalisasi itu sebenarnya (dan harus diarahkan) bukan pada semangat kapitalisnya, tetapi kapitalisme itu sendiri. Jadi, memprotes semangat kapitalis tentu salah sasaran. Masalahnya, saat sekarang sulit dibedakan mana yang semangat kapitalis dan mana yang kapitalisme. Dalam perkembangannya bisa jadi semangat kapitalis kemudian berubah menjadi mental kapitalis (kapitalisme). Orang yang sudah makmur yang tidak punya semangat kapitalis seperti ajaran Calvinis, tentu akan mudah terseret dalam mental kapitalis.
Tentang globalisasi menurut seorang pakar dan praktisi ketahanan nasional ibarat sebatang pohon dengan 3 ranting utama. Pertama, di bidang ekonomi berupa liberalisasi ekonomi dengan terus mendorong terwujudnya pasar bebas. Kedua, di bidang informasi berupaya mendorong keterbukaan dan kebebasan informasi melalui pembaruan media-media informasi. Dan ketiga, di bidang politik melalui promosi dan diseminasi budaya demokrasi.
Ketiga bidang di atas kini telah menampakkan buah keberhasilannya dan secara nyata diperlihatkan oleh para calon Presiden Amerika Serikat yang menyatakan secara masif dikampanyekan negara-negara maju demi menaklukan negara-negara ketiga.Secara nyata tesis ini dipakai untuk mempromosikan free trade di berbagai belahan dunia. Banyak Lembaga multilateral dibentuk para koalisi negara adidaya sebagai pengusung liberalisasi membungkus melalui kedok pembangunan ekonomi, HAM, kesehatan dan lainnya. Semua ini demi melestarikan hegemoni atas negara lain. Sebut saja,IMF, World Bank di bidang ekonomi. WHO di bidang kesehatan. Semua ini mengingatkan kita pada apa yang dikatakan oleh Menkes RI Siti Fadilah Supari yang mengatakan, “tidak ada penjajahan saat ini , kecuali penjajahan dalam bentuk ekonomi” yang dilakukan oleh negara adidaya terhadap Negara berkembang. Hakekat globalisasi adalah kompetisi tanpa batas antara negara dan antar individu. Adalahj fakta tak terbantahkan, hari ini betapa bangsa-bangsa dunia ketiga yang telah meratifikasi berbagai perjanjian internasional yang terkait langsung dengan pasar bebas menjadi lahan perang ekonomi negara adidaya tersebut.
Efek globalisasi terhadap kemandirian bangsa dan penangananya.
Bidang Ekonomi
Globalisasi membawa dampak luas pada berbagai bidang kehidupan terutama ekonomi. Globalisasi ekonomi merupakan gejala mondial yang ditandai dengan aktivitas bisnis dan perdagangan antar negara yang kian massif dan intensif. Globalisasi menafikan batas-batas negara sehingga manakala terjadi gejolak ekonomi di suatu wilayah/regional maka akan berimbas pada perekonomian wilayah lain seperti yang terjadi saat ini ketika Amerika Serikat ditimpa kredit macet perumahan maka dampaknya terhadap perekonomian kita juga terasa yaitu penurunan nilai rupiah dan IHSG. Kita tidak bisa memungkiri bahwa faktor eksternal sangat berpengaruh dalam perekonomian negara kita terutama gejolak financial dan melambungnya harga minyak mentah dunia. Tetapi paling tidak kita harus memiliki basic sistem perekonomian yang tahan terhadap gejolak ekonomi dunia seperti yang contohkan oleh Thailand, Malaysia dan Korea yang sudah mampu keluar dari krisis tahun 1997 yang lalu.
Sebenarnya kita pernah memiliki sebuah sistem ekonomi yang disebut dengan Ekonomi Kerakyatan yang memberikan kesempatan secara luas pada masyarkat dalam kegiatan ekonomi. Ekonomi Kerakyatan adalah tatanan ekonomi dimana aset ekonomi dalam perekonomian nasional didistribusian kepada sebanyak-banyaknya warga negara (Mardi Yatmo Hutomo, BAPENAS). Secara normatif, moral filosofis sistem ekonomi kerakyatan sebenarnya sudah tercantum dalam UUD ‘45, khususnya pasal 33, yang jika disederhakanakan bermakna bahwa perekonomian bangsa disusun berdasarkan demokrasi ekonomi dimana kemakmuran rakyat banyaklah yang lebih diutamakan dibandingkan kemakmuran orang perorangan. Kemudian, karena bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah pokok-pokok atau sumber-sumber kemakmuran rakyat, maka hal tersebut berarti harus dikuasai dan diatur oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sehingga hak-hak kesejahteraan ekonomi (economic rights) bisa terpenuhi. Yang terjadi saat ini adalah sebaliknya, kemampuan masyarakat di dalam memenuhi hak kesejahteraannya begitu rendahnya. Disisi lain kepemilikan modal atas corporasi yang mengekploitasi SDA dimiliki oleh pihak asing sehingga keuntungan banyak mengalir keluar negeri. Begitu pula dengan produk barang dan jasa, hanya dikuasi oleh segelintir orang.
Menurut Laica Marzuki (penerapan sistem ekonomi kerakyatan), Fakta empirik menjelaskan bahwa, Produsen barang dan jasa private jumlahnya terbatas. Yang memproduksi 78,5 persen output nasional dalam bentuk barang dan jasa private hanya oleh 200 orang warga negara. Sedang 21,5 persen output nasional diproduksi oleh jutaan orang warga negara melalui usaha mikro, usaha kecil dan menengah. Sementara 89,5 persen tenaga kerja yang ditawarkan di pasar input dibeli oleh 99,5 persen produsen yang outputnya hanya 21,5 persen. Sedang hanya 10,5 persen tenaga kerja yang dibeli oleh 0,5 persen produsen yang outputnya 78,5 persen. Sebaliknya, modal yang pergunakan oleh 0,5persen produsen mencapai sekitar 85 persen dari dari modal yang ada dalam perekonomian, dan tidak lebih dari 7 persen modal yang dipergunakan oleh 95,5 persen produsen. Dalam situasi yang demikian, maka diduga kuat:
(1) Tidak pernah terjadi market clearing baik di pasar input maupun di pasar output,
(2) Ada modal yang idle (nganggur) dalam perekonomian,
(3) Ada tenaga kerja yang idle dalam perekonomian,
(4) Perekonomian tidak efisien,
(5) Perekonomian tidak memproduksi barang dan jasa sesuai kapasitas yang dimiliki, dan
(6) Terjadi kesenjangan ekonomi antar golongan penduduk yang amat lebar.
Melihat kondisi bahwa sistem kapitalisme hanya memberikan kemakmuran pada segelintir orang (globalisasi tidak bisa melepaskan dari sisem ini), sudah saatnya pemerintah menumbuhkan kembali semangat ekonomi kerakyatan. Semangat ini dilandasi pada distribusi keadilan baru kemudian kemakmuran bukan sebalikya. Distribusi sumber-sumber ekonomi yang merata akan menciptakan pendapatan yang merata pula sehingga pada gilirannya tercipta kemakmuran.
Bidang sumber daya komunitas
Ada lima cakupan kehancuran sumberdaya komunitas bila tidak serius ditangani. Pertama, destruksi kapasitas manusia (komunitas). Berbagai peristiwa peristiwa bencana alam dan sosial menyebabkan komuitas lokal kehilangan “kapasitasnya selaku manusia dan selaku rakyat lokal”(human capacity dan capacity of the people). Kapasitas manusia/komunitas/rakyat(social capital) tersebut berupa kondisi sumberdaya kesehatan fisik dan mental /psikologis, pengetahuan dan keterampilan masyarakat serta keluarga dan kehidupan lokal dan sebagainya.
Kedua, faktor ekologi sosial(social ecology). Sebagai diketahui,dampak bencana selalu menimbulkan gangguan terhadap ekologi sosial dari komunitas; hubungan sosial antara keluarga; reintegrasi sosial dan hilangnya sumber -sumber dan basis ekonomi ; tantangan terhadap institusi agama dan budaya ; serta hubungan dengan otoritas sipil politik dan militer.
Ketiga , faktor peradaban (budaya dan nilasi). Peristiwa disaster mereduksi peradaban lokal (nilai dan budaya) dari komunitas/masyarakat, orientasi kemanusian berubah menjadi material, rasa peduli kekerasan /krisis, tantangan terhadap keadilan sosial dan hak asasi , perubahan nilai budaya, kepercayaan dan praktik.
Keempat, faktor fisik dan tata ruang. Peristiwa natural dan social disaster berakibat hancurnya kondisi fisik dan tata ruang wilayah dalam skala luas . Bisa dibayangkan andai seluruh infrastruktur wilayah hancur dalam skala luas ? Dimana batas-batas wilayah (desa, tanah keluarga, dsb) hilang. Bahkan wilayah desa hilang sama sekali (daratan dimasuki area laut), muncul persoalan hukum berkaitan dengan hak kepemilikan tanah dan kebutuhan untuk relokasi. Pembangunan tata pemukiman dan perumahan tidak berbasis kultural dan spiritual lokal. Kelima, depresi dan trauma psikososial.Destruksi dari keempat faktor tersebut di atas (kapasitas manusia, ekologi sosial, nilai dan budaya serta fisik–tata ruang) sangat mempengaruhi kondisi psikososial komunitas.Kondisi psikososial tidak dapat dilihat akan menjadi cepat atau lama dipulihkan dan disembuhkan tergantung apakah pendekatan elemen-elemen masyarakat dan elemen negara bekerja secara holistik atau parsial. Fungsi sosial elemen masyarakat dan elemen negara secara konsekuen berakar pada kekuatan spiritualitas serta kearifan budaya dan agama masyarakat secara kekuatan trauma healing process. Berbagai kebijakan tersebut harus dapat memenuhi dua kepentingan sekaligus. Pertama, untuk dapat menggali sumberdaya potensial tersebut menjadi sumber daya ekonomi yang nyata diperlukan modal, di antaranya dari luar negeri. Kedua, perlunya meningkatkan kemampuan atas pengelolaan sumber daya oleh bangsa kita sendiri.
Kedaulatan merupakan kekuasaan penuh untuk mengatur seluruh wilayah negara tanpa campur tangan dari pemerintah negara lain. Dengan kedaulatannya itu, visi dan misi menciptakan negara yang maju, rakyatnya sejahtera dapat tercapai. Kedualatan tentuya sangat erat kaitannya dengan kemandirian, bagaimana mampu berdiri diatas kaki sediri.Kemandirian tentunya tidak menafikkan hubungan bilateral, regional ataupun internasional, akan tetapi titik tekannya terletak pada kebebasan sebuah negara bangsa mengelola pemerintahannya dengan pertimbangan kesejahteraan masyarakatnya.Kemandirian saat ini, menjadi kenisc ayaan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ketergantungan terhadap negara-negara. maju masih sangat kuat dalam konteks capital, market ataupun technology, kondisi ini menjadikan pondasi pembangunan menjadi rapuh. Kegagalan pembangunan orde lama dan orde baru terletak pada permasalahan struktur ekonomi, sosial, politik ataupun ketergantungan amat sangat pada negara-negara maju. Pendekatan thesis ketergantungan (dependency thesis) menekankan bahwa rintangan rintangan utama yang telah menghambat dan merusak perkembangan ekonomi dan sosial di negara berkembang (Amerika Latin) merupakan rintangan-rintangan yang struktural sifatnya, baik yang terdapat dalam struktur ekonomi, sosial maupun sifat ketergantungan atas kekuasaan asing. Ketergantungan ini terjadi dengan konspirasi negara maju melalui hutang sebagai bagian dari uapaya pembangunan negaranya ataupun “kecerobohan” negara-negara berkembang untuk membuat ketergantungan sendiri kepada negara-negara maju. Ketergantungan negara berkembang tidak hanya kepada negara-negara maju, akan tetapi sumber ketergantungan lainnya adalah capital global, Peters Evans mengindentifikan 3 aktor yang menentukan dalam menentukan kebijakan negara berkembang yakni capital global, pemerintah serta bourjuis lokal. Idea kemandirian bangsa semakin menjadi mahal ditengah arus globalisasi. Globalisasi mengaitkan negara-negara dalam ikatan global sehingga tidak ada kejadian diplenet ini bersifat lokal terbatas, kemenangan dan bencana mempengaruhi seluruh dunia (Beck, Ulrich, what is globalization 2000:11). Kondisi bangsa akan semakin terpuruk dilemahkan efek globalisasi ketika tidak memiliki imunitas dalam multidimensional sektor. Sebab, globalisasi merupakan “perang ruang” dimana mobilitas menjadi faktor terkuat dan diharapkan. Mobilitas bangsa dan masyarakat internasional menjadi fenomena yang luar biasa tanpa bisa dihalangi. Filsafat globalisasi menyatakan pemenang dari perang ruang (globalisasi) adalah mereka yang mobile : mampu bergerak secara bebas diatas ruang. (Bauman, Zygmunt : Globalization, the human consequences 1998:8 bahkan lebih ekstrim Kenichi Ohmae melihat dunia global ini sebagai the end of nation state and the rise of regional economics. Oleh karenanya merealisasikan kemandirian menuntut elemen bangsa ini untuk berfikir keras, bagaimana mengoptimalkan sumber daya yang ada demi kesejahteraan masyarakat. Mempunyai keyakinan untuk maju dan mampu berdiri diatas kaki sendiri dan melepaskan ketergantungan atas negara lain dalam melakukan pembangunan. Mewujudkan Indonesia yang mandiri bukanlah perkara mudah dan bisa diciptakan dengan cepat. Kemandirian disini bukalah melepaskan diri dari hubungan bilateral, regional atau internasional sebagaimana ide dari Andre Gundre Frank, akan tetapi berusaha menyeimbangkan hubungan yang ada sebagaimana pemikiran Fernando Henrique Cardoso.
Tantangan kemandirian
Sebagai bangsa yang berupaya untuk mempertahan kemandirian ekonomi, sosial dan politiknya biasanya bangsa itu juga akan mengalami tekanan-tekanan dari bangsa-bangsa besar yang menghendaki bangsa ini mengekor kepada kebijakannya. Semakin kuat keinginan untuk melepaskan diri maka semakin kuat pula tekanan diberikan kepadanya. Inilah yang biasanya membuat para penguasa yang lebih menginginkan perlidungan negara asing daripada pembelaan rakyatnya dan pemimpin bangsa ini rela bertekuk lutut di hadapan para penjajahnya. Bangsa Indonesia merasakan hal ini dalam percaturan politik internasional sekarang ini. Betapa bangsa ini telah didikte oleh kekuatan-kekuatan asing dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Kita sebagai rakyat telah menentang invasi Amerika dan sekutunya ke Afghanistan dan Irak tetapi dunia tidak mempedulikannya. Apa yang kita lihat kini adalah kebohongan yang dilakukan oleh negara-negara tersebut terbongkar dengan sangat nyata oleh bangsa mereka sendiri. Tetapi pemimpin-pemimpin yang tidak sabar di berbagai belahan dunia telah memaksakan isu-isu terorisme menjadi agenda terhadap rakyatnya sendiri seraya melupakan siapa yang sesungguhnya merupakan teroris sejati di jagad ini.
Faktor – faktor pembangun kemandirian bangsa
Ada 5 faktor penting dalam upaya membangun kemandirian bangsa, pertama, character building and nation building. Character building menjadi penting dalam pembangunan khususnya terkait dengan rasa percaya diri dan keyakinan mampu untuk maju. Bangsa eropa pernah mengalami kehancuran pasca perang dunia kedua serta merasakan kondisi politik kompleks pada masa dark ages dengan adanya divine right of kings and supreme power of church . Masyarakat eropa mampu menjadikan himpitan permasalahan menjadi starting point melangkah jauh dalam kemajuan dan kesejahteraan dengan dasar keyakinan untuk maju. Momentum kebangkitan bangsa, bisa digunakan sebagai awal menggugah keyakinan bangsa ini untuk bisa berkembang dan meraih kemajuan. Ketika bangsa eropa bangkit dengan momentum the age enlightenment atau age of aufklarung, dengan perbaikan tatanan politik dan industrialisasi dengan prinsip kebebasan individu dan rasionalisasi. Bangsa ini dirasa perlu membuat momentum dengan variasi khas Indonesia untuk bangun dari permasalahan, mengubur rasa pesismis dan mengantinya dengan keyakinan dan kerja keras. Eropa bangkit dengan spirit protestan (Max Webber : Ethic protestan and spirit of kapitalisme), Islam bisa menjadi nilai kebangkitan Indonesia, dimana Islam menegaskan : Innallaha laa yugoyyiru maa biqoumin hatta yugoyyiru maa bi anfusihim. Berbicara tentang posisi agama, diperlukan objektivitas dan pemahaman doktrin dan realitas social sehingga tidak mengulangi kesalahan Karl Marx dalam memahami agama dalam social change. Ketika nasionalisme belum dikenal dan diperhatikan, agama menjadi spirit perlawanan terhadap penjajah selain upaya mempertahankan kepemilikan atas tanah. Doktrin hubbul wathani minal imani, mampu meningkatkan semangat perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Portugal, Belanda maupun Jepang. Nation building menjadi penting dalam variable pembangunan. sebagai negara kepulauan dengan beragam etnik dan budaya diperlukan sarana untuk mengikat beragam perbedaan menjadi satu kesatuan sedangkan unifikasi atau negara kesatuan menjadi langkah awal pembangunan politik ( Organskhi: economic development in latin Amerika and its principal problem). Sumpah pemuda menjadi nilai perekat bangsa, namun diperlukan langkah konkret untuk menjaganya. Meminjam langkah Lucyan W Pye dalam melakukan nation building, ada 3 variabel yang perlu diperhatikan yakni : equality (adanya persamaan hak hukum dan politik), capacity (masyarakat yang memiliki kapasitas), differenciation and specialization (mekanisme pemerintahan yang baik).
Faktor kedua, strategi ekonomi keluar dari keterpurukan. Ada beberapa kondisi penting yang perlu mendapatkan perhatian yakni strategi keluar dari jeratan hutang, pengelolaan potensi SDA, membangun ekonomi pertanian serta membangun ekonomi makro dan mikro secara fundamental dan kokoh. Akan tetapi yang lebih penting adalah kebijakan ekonomi harus meninggalkan penyimpangan patron client atau ekonomi rente, dimana negara melakukan diskriminasi akses modal ataupun sumber ekonomi lainnya dengan memprioritaskan para kroninya yang pada akhirnya akan menciptakan kemiskinan structural (diperlukan adanya kesetaraan politik dan ekonomi), kebijakan ekonomi harus pula lebih mementingkan kepentingan negara dan rakyat dibandingkan kepentingan negara lain ataupun para pengusaha. kemungkinan negara atau pemerintah untuk mendiri dari unsur pemilik modal merupakan suatu yang mungkin akan tetapi sulit terwujud. Secara teoritis ada 3 pendekatan dalam melihat relasi negara dan pemilik modal ; (1) pandangan Karl Marx yang melihat bahwa negara hanyalah kepanjangan tangan dari kaum bourjuis atau kapitalis, sinisnya Karl Marx terhadap keberadaan negara menghantaskannya pada tujuan utopis terciptanya masyarakat tanpa negara. (2) negara berada diatas masyarakatnya, sehingga negara mempunyai kemandirian untuk menciptakan kemakmuran, kebijakan negara yang menguntungkan kaum borjuis didasarkan atas kesadaran bukan ketertundukan (Hegel, Ralph Milliband). (3) negara mempunyai kemandirian terbatas, dibatasi struktur politik, sosial ataupun ekonomi. Negara tidak bisa menghindar dari kaum pemilik modal dikarenakan membutuhkan pajak, kondisi ini mewajibkan negara menjaga keberadaan dan kemajuan kaum bourjuis (Nicos Paulantzas). Pandangan yang ketiga inilah memiliki rasionalisasi lebih, kapitalis global ataupun kapitalis local bukanlah musuh masyarakat dan negara, negara perlu memberikan fasilitas-fasilitas kepada mereka, namun disisi lain negara memberikan jaminan bahwa fasilitas yang diberikan kepada mereka membawa kemakmuran bagi masyarakat secara luas. Akan tetapi perlu diwaspadai terbentuknya negara koorperasi, dimana negara dijalankan para pengusaha demi kepentingan pribadi dan usahanya. Bangsa ini perlu juga menyadari akan adanya hegemoni wacana (Gramsci, Hugo), dimana strategi pembagunan tentunya berbeda ditiap tempatnya sesuai dengan kondisi, kultur, nilai masing-masing. Bangsa ini juga perlu meninggalkan ekonomi market murni (neo-liberal), intervensi negara sangat dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan pasar.
Faktor ketiga, konsistensi implementasi. Konsep yang baik tidak akan membawa keberhasilan ketika ada permasalahan dalam implementasi. Permasalahan konsistensi implementasi pembangunan ekonomi terletak pada kapasitas intelektual dan kualitas moral para elite dan birokrasi. Edward S Greenberg menegaskan kemandirian negara hanya bisa diwujudkan dengan adanya pemerintah dan birokrasi yang mandiri (Greenberg dalam teori negara Arief Budiman). Permasalahannya demokrasi tidak memastikan hadirnya pemimpin yang mempunyai kapasitas, namun lebih cenderung memunculkan pemimpin yang disukai dan disenangi rakyat. Pekerjaan rumah bagi demokratisasi di Indonesia adalah bagaimana mendorong munculnya elite politik yang bertanggung jawab serta birokrasi yang rasional. Kedua hal ini menjadi lingkaran utama dalam mewujudkan good governance dan clean governance. Mendorong pemilu yang berkualitas dan pembenahan rekrutmen birokrasi menjadi 2 kunci utama dalam merealisasikannya. Pemilu yang berkualitas membutuhkan sistim (UU pemilu), subyek (partai politik) ataupun objek (masyarakat) yang berkualitas pula. Akan tetapi tidak ada salahnya melakukan kombinasi pemikiran, menarik kiranya melakukan kajian terhadap sistim meritokrasi, dimana memberikan promosi kepada pihak-pihak yang memiliki kapisitas untuk menjadi penguasa. Meritokrasi kerap di pakai juga untuk menentang birokrasi yang sarat KKN terutama pada aspek nepotisme. Catatan terpenting adalah bagaimana elite politik (pemerintah) bangsa ini tidak mendekati atau membuktikan tesis Vilfredo Paretto, Guettano Mosca ataupun Robert Micheal yang menyakini bahwa elite politik hanyalah kaum minorits yang senantiasa memanipulasi dan membodohi kaum mayoritas.
Faktor keempat, Lingkungan sosial dan politik yang kondusif, political development as prerequisite of economic development (Lucyan Pye : Aspects of political development), titik tekannya adalah stabilitas sosial dan politik. Meminjam bahasa Hutington social order and political order menjadi syarat mutlak dalam modernisasi. Kondisi sosial politik secara langsung akan mempengaruhi kondisi perekonomian, khususnya terkait dengan konflik masyarakat ataupun konflik elite negara. EG = f (EV, SV, PV), dimaa EG = pertumbuhan ekonomi, EV= variable-variabel ekonomi, SV= social variable, PV= politics variable. Variable ekonomi dan politik terkait dengan pertumbuhan ekonomi baik secara langsung ataupun tidak langsung (Jan Erik Lae-Svante Ersson : comparative political economy). Namun yang menjadi perhatian adalah how to created the real stability not pseudo stability . Stabilisasi bisa dicapai dengan eleman, demokratisasi dan partisipasi politik . Tujuan demokratisasi adalah institusionalisasi atau penguatan lembaga negara (Samuel Huntington : political order in changing society), dalam artian bagaimana agar lembaga-lembaga negara (eksekutif, legislatif, yudikatif) menjalankan fungsi secara semestinya (substantive democracy approach). Penguatan lembaga negara dijalankan melalui positive opposition, positive critical and formal political partisipation. Positive opposition memerlukan kedewasaan politik dari partai politik dalam melakukan “pertarungan idiologi dan konsep pembangunan”. Positive critical diwujudkan melalui monitoring lembaga pers, interest group ataupun pressure group yang proporsional dan bertanggung jawab sedangkan formal political participation dibentuk melalui pembenahan mekanisme penyampaian aspirasi dan keterlibatan rakyat dalam pengambilan kebijakan. Demokratisasi di Indonesia tidak boleh bercorak demokrasi liberal dengan cirri majority rule akan tetapi memerlukan penguatan peranan civil society dan memberikan sarana pengambilan keputusan bagi kaum minoritas atau tidak terwakili sebagaimana gagasan demokrasi deliberatif (Jurgen Habermas). Partisipasi politik mempunyai arti penting dalam demokrasi dan stabilisasi yakni dalam posisi memberikan kontrol yang efektif kepada pemerintah melalui mekanisme seharusnya. Akan tetapi posisinya akan berbalik negatif apabila dijalankan melalui mekanisme kekerasan dan anarkis.(kontigensi approach). Partisipasi politik tumbuh didasarkan atas pertumbuhan ekonomi yang menciptakan kapasitas kependidikan (modernisasi) serta persepsi terhadap elite dan kekuasaan. Menurut Morris Rosenberg, persepsi masyarakat atas mekianisme politik sebagai suatu yang sia-sia dan tidak efektif dalam meningkatkan kesejahteraan menjadi salah satu faktor rendahnya partisipasi politik masyarakat dalam sebuah negara. (Michael Rush dan Phillip Althoff : pengantar sosiologi politik)
Faktor kelima sebagai pelengkap adalah low inforcement (penegakkan hukum), bangsa ini punya PR (pekerjaan rumah) dalam pemberantasan korupsi. Pembangunan akan senantiasa terganggu dengan munculnya virus korupsi. Langkah konkret untuk mewujudkan kondisi ini tentunya terletak pada perbaikan produk hukum ataupun kualitas dan moralitas aparatur penegak hukum (polisi, hakim, jaksa ataupun advokat), langkah ini bentuk building good and effective system. Pemerintahan yang bersih akan ternoda tanpa ada sistem hukum yang mengawasi.
Inilah saatnya kita menentukan sikap dengan tegas. Inilah saatnya kita memilih jalan hidup yang menjanjikan masa depan. Inilah saatnya bagi kita untuk tidak bersifat ragu-ragu dan inilah saatnya untuk tidak membebek terhadap kekuasaan yang tirani dan menjajah. Ketika kita meninggalkan orientasi barat dan timur, utara dan selatan, atas dan bawah, kemudian kita hanya menghadapkan wajah kita kepada qiblat yang satu, maka hanya ada satu pilihan hidup kita yaitu sabar dalam istiqamah. Kita tinggalkan orang-orang yang hatinya berat untuk berpihak kepada Allah SWT karena mereka lebih senang dengan pujian dan keterikatan kepada musuh-musuh Allah. Mereka merasa tidak memiliki percaya diri untuk bersikap tegas terhadap kezaliman dan kemungkaran karena mereka telah tergoda untuk menikmati hasil-hasil dari sikap-sikap tersebut. Kita tidak pedulikan orang-orang yang merasa iri, dengki, hasad dan benci terhadap keberhasilan-keberhasilan orang-orang yang beriman ketika mereka mengamalkan ajaran Allah dengan konsisten. Firman Allah SWT : “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam) ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah amat Pengasih dan Penyayang kepada manusia.” (Surat Al Baqarah ayat 143)
Daftar Pustaka
Ananto, E. 2002. Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut Mendukung Peningkatan Produksi Pangan. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
BPS. 2001. 2005. Stasistik Indonesia 2000, 2004. BPS Jakarta.
FAO. 1993. Rice In human Nutrition. Food and Nutrition Series. FAO, Rome .
Hutapea, J. dan Mashar, A.Z. 2005. Ketahanan Pangan dan Teknologi Produktivitas menuju Kamandirian Pertanian Indonesia.
Irawan. B. 2003. Konversi Lahan Sawah di Jawa dan Dampaknya terhadap Produksi Padi dalam Kasryno et al. (Eds). Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Indonesian Agency for Agricultural Research and Development. Jakarta.
Khush G.S.. 2002. Food Security By Design: Improving The Rice Plant in Partnership With NARS. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
Krisnamurthi, B. 2003. Agenda Pemberdayaan Petani dalam rangka Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal Ekonomi Kerakyatan. Th. II - No. 7, Oktober 2003.
Mashar A.Z., 2000, Teknologi Hayati Bio P 2000 Z Sebagai Upaya untuk Memacu Produktivitas Pertanian Organik di Lahan Marginal. Makalah disampaikan Lokakarya dan pelatihan teknologi organik di Cibitung 22 Mei 2000.
Moeljopawiro, S. 2002. Bioteknologi Untuk Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Padi. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
Pikiran Rakyat. 15 Maret 2007. Kebijakan Pangan Harus Dirombak, Konsep yang Ada Sudah tidak Sesuai Dinamika .
Purba S. dan Las I. 2002, Regionalisasi Opsi Strategi Peningkatan Produksi Beras. Makalah disampaikan pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
Ritung, S., dan A. Hidayat . 2007. Potensi dan Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian melalui Pendekatan Citra Satelit. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
RPPK. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan; Rangkuman Kebutuhan Investasi.
IKATAN HIMPUNAN MAHASISWA FISIKA INDONESIA
Central Executive of Indonesian Physics Student’s Societies Association

RANCANGAN RAKORNAS
UGM KF GAMA
2 – 3 MEI 2009

Dasar Pemikiran RAKORNAS

IHAMAFI merupakan lembaga yang sangat strategis dalam memasyarakatkan dan mengembangkan sains serta teknologi di Indonesia maka IHAMAFI perlu adanya langkah yang sinergis guna mengupayakan secara meksimal dalam kinerja untuk mencapai arah tujuan seperti yang tertera dalam AD/, ART dan RESTRA. Pada kenyataanya IHAAMAFI sampai saat ini belum maksimal dalam kinerja dan komunikasi kearah pencapaianya. Kurangnya koordinasi dalam menjalankan program kerja dan tanggung jawab kepengurusan, maka RAKORNAS ini dianggap penting untuk mempersiapkan kepengurusan IHAMAFI berikutnya.

Dalam pembahasan RAKORNAS lebih menekankan pada eveluasi IHAMAFI kepengurusan 2007 – 2009, mempersiapkan kepengurusan IHAMAFI kedepan, rekomendasi dan membentuk rancangan LPJ IHAMAFI 2007 – 2009.

Pembahasan AGENDA RAKORNAS


No AGENDA Uraian
1 Kesiapan Panitia TMFI dan MUNAS IHAMAFI
2 Pendataan Anggota. Pemberdayaan
Anggota tetap
Rekomendasi dari Muswil I, II dan III
Calon anggota IHAMAFI yang belum terdaftar.
Menghangatkan iklim TMFI mejelang MUNAS kepada semua HIMA Fisika di seluruh Indonesia.
3 Pendanaan TMFI dan MUNAS

Evaluasi kepengurusan IHAMAFI Dana : ????
4 1. Mengkaji AD, ART, GBHK mekanisme pelaksanaan RENSTRA IHAMAFI
2. Tutorial MUNAS. Hal ini mengantisipasi lamanya pembahasan AD dll, dan kita alihkan ke pembahsan program kerja yang distujui oleh semua anggota IHAMAFI.

5 Teknis Memilih Sekjan, Korwil, dan Mentri. 1. Dalam pemilihan sekjen setidaknya mempertimbangkan domisili calon sekjen agar mempermudah kinerja.
2. Menentukan kriteria calon pejabat IHAMAFI???
6 Rancangan Program kerja. Program kerja berdasarkan pada proker sebelumnya dan disesuwaikan dengan kondisi wilayah. Serta flow Up tawaran kerjasama dari yohanes institut kepada IHAMAFI.
Membentuk program kerja :
1. Program kerja proyek
2. Program kerja tingkat wilayah yang di singkronkan terhadap PROKER nasioanal.
3. Dll.
7 Komunikasi. Komunikasi INTERNAL IHAMAFI.
Membuat pusat informasi yang komprehensif terhadap semua anggota terutama pengurus pusat.
Komuikasi eksternal.
proaktif untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan badan, organisasi dan lembaga lain.
8 Kaderisasi. Sistim kaderisasi yang terukur dengan cara :
1. 3 bulan setelah MUNAS anggota IHAMAFI wajib mensosialisasikan hasil MUNAS yang dilaporkan kepada sekjend.
2. 2 bulan setelah MUSWIL anggota IHAMAFI kembali mensosialisasikan hasil MUSWIL.
3. Kaderisasi dilakukan sekurang2nya 3 kali dalam satu kali kepengurusan anngota IHAMAFI.
4. Disetiap pergantian kepengurusan ketua yang lama memberikan arahan dan rekomendasi tentang IHAMAFI hal ini agar terdapat kesepahaman ketika pergantian kepengurusan.
5. Ketua hima yang baru memberikan CP ke IHAMAFI ( korwil / sekjend )
6. Kaderisasi disesuaikan kondisi HIMA.

9 Publiksi IHAMAFI. 1. Pusat informasi ????
2. Membuat MP3 Hymne dan Mars IHAMAFI untuk mempublikasikan keberadan IHAMAFI disetiap HIMAFI.
3. Web IHAMAFI di optimalakan dengan cakupan isi :
a. Sebagai sumber informasi bagi Mahasiswa fisika.
b. Lowongan pekerjaan.
c. Beasiswa dalam negeri dan luar negeri.

4. Semua pengurus mengetahuai pasword web.

10 Keuangan IHAMAFI. 1. Ketika MUNAS anggota ihamafi dikenakan membayar IWO ( Rp. 50.000 ) IHAMAFI selama 2 semester. Sekjen selanjutnya membuat SK tentang keanggotaan. Hal ini agar anggota memenuhi kewajibannya.
2. Sumber keuangan dapat diperolah dari Program kerja dan Proyek IHAMAFI.
11 Pertanggung jawaban pejabat IHAMAFI Pertangguang jawaban pejabat IHAMAFI bukan secara individu namu oleh lembaga dimana pada lembaga tersebut terdapat pengurus pusat.
12
13


Sekiranya ada tambahan pembahasan dipersilakan demi kemajuan IHAMAFI.
Buat temen2 panitia RAKORNAS kita buat layaknya rapat biasa, jadi tidak usah di permasalahkan, yang terpenting bagi kami adalah keleluasaan tempat dan waktu untuk membahas IHAMAFI kedepan.

Apa yang kita bahas pada RAKORNAS 2 -3 Mei 2009 paling tidak menjadi acuan dan rekomendasi kepengurusan IHAMAFI kedepan.





“ DALAM KEHIDUPAN, KITA DAPAT MELIHAT BAHWA BUKAN KEBAHAGIAAN YANG MEMBUAT KITA BERTERIMAKASIH, NAMUN RASA TERIMAKASIH YANG MEMBUAT KITA BERBAHAGIA”.

Minggu, 10 Mei 2009

BAHAYA POLITIK UANG

BAHAYA POLITIK UANG


1.Parpol/caleg mendapatkan dana kampanye mandiri maupun
titipan dari pihak2 yang menginginkan balas jasa
jika Parpol/caleg menang
2.Parpol/caleg mendapatkan dana Kampanye.
kampanye Dengan membagi-bagiakan uang
(money politik) kepada rakyat
3.Rakyat mendapat uang Dari parpol/caleg dengan
Syarat Memilih parpol/caleg tsb Dalam PEMILU
4.Rakyat memilih Parpol/caleg dalam PEMILU
5.Parpol Menang,caleg Terpilih menjadi aleg
6.Parpol/aleg berusaha Mengembalikan dana yang
Dipakai untuk kampnye (money politik)
7.Cara yang paling gamPang KKN(gaji aleg kecil)
8.Rakyat dibodohi&dibohongi karena aleg Yang dipilih tidak menjalankan amanah
Untuk mensejahterakan rakyat tapi malah Memakmurkan dirinya sendiri.