Senin, 27 April 2009

Pola Kaderisasi KAMMI

Pola Pembinaan Kaderisasi KAMMI
Aza El Munadiyan

Pendahuluan
KAMMI sebagai organisasi yang memiliki karakter sebagai organisasi kader ( harokatul tajnid ) sudah sewajarnya sangat memperhatikan pembinaan terhadap kader-kadernya. Karakter inilah yang memperlihatkan bahwa KAMMI konsen terhadap pembentukan kader pemimpin yang akan mewujudkan Indonesia yang Islami. Pembinaan yang dilakukan KAMMI meliputi tiga aspek ruhiyah, fikriyah, dan jasadiyah yang berjalan seimbang dalam pemenuhan kebutuhan dari masing-masimng aspek. Ketiga aspek tersebut haruslah seimbang dalam pemenuhanya , tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi. Perkembangan pola pembinaan KAMMI ini bisa dibilang cukup baik, hal ini dari proses membina kader. Kader adalah bagian terkecil dari suatu organisasi, bertahan atau matinya organisasi terletak dari pembinaan kader ( kaderisasi ). Apabila pola pembinaan kader mampu berjalan dengan baik ibaratnya setengah nyawa dari organisasi itu telah ada tinggal bagaimana manajemen organisasi tersebut mampu mengelola kader dengan baik.
Dalam makalah ini akan kami paparkan bagaimana pola kaderisasi yang coba kami tawarkan. Pola yang kami tawarkjan mungkin sudah tidak orisinil lagi karena mungkin otak kami suda terkooptasi oleh banyak pola kaderisasi yang kami terima dari berbagai pihak dalam rangla pembentuka jati diri. Pola pembinaan ini kami bagi dalam empat tingkatan namun, bukan berarti dengan apabila sudah mencapai level tingkatan teratas tingkatan yang dibawahnya akan ditinggalkan. Dasar dari pembagian tingkatan tersebut adalah pada luas lingkup dari gerakan kader. Tingkat pertama dimulai dari pembinaan dengan obyek paling kecil yang menjadi penopang oraganisasi yaitu kader. Dalam proses pembinaan kader ini aspek-aspek yang kami sampaikan berdasarkan analisis kebutuhan mendasar dari seorang manuasia, khususnya kader. Pada tingkatan kedua kami memberikan ruang lingkup yang lebih luas yaitu beberapa kader ditempatkan pada kelompok-kelompok yang terdiri dari 5-8 kader. Pembinaan pada masyarakat menjadi pola pembinaan tingkat ketiga yang akan diterim kader. Pembinaan kader dalam ruang lingkup negara dan dunia menjadi tingkatan terkahir yang diterima kader.

Latar Belakang Masalah
Kader suatu organisasi adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga ia memiliki kemampuan yang diatas rata-rata orang umum. Oleh karena itu jika mentoring dan training keislaman , atau training-training lainnya yang dilakukan oleh organisasi Islam, sementara para aktivisnya tak menunjukkkan kelebihan-kelebihan yang signifikan dbandingkan dengan orang-orang umum, maka sesungguhnya pengkaderan yang dilakukan dapat dikataklan tak berhasil. Atau sederhananya, pengkaderan tersebut menyalahi filosofi pengkaderan. Yakni munculnya kader yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Bukan sebaliknya, munculnya kader yang sama dengan manusia rata-rata.
Dalam proses kaderisasi yang dilakukan menemui banyak kendala dan permasalahan dengan semakin banyaknya kader dan semakin luasnya ladang dakwah. Kondisi ini tidak dapat dihindari karena merupakan sunnatullah, bisa dianalogikan dengan sebuah permaianan bisik-bisik kata awal permaianan pada pembisik awal apa yang disampaiakan masih sesuai dengan yang awal namun pada penerima pesan bagian akhir terjadi pergeseran akibat distorsi yang terjadi. Pola yang dibangun sebenarnya sudah cukup baik namun pada tartan penerima ternyata hanya sebagian kecil yang mampu meyerap dan menerimanya bahkan banyak pula yang banyak melakukan penolakan. Kondisi tersebut yang membuat system yang telah disusun tidak dapat berjalan dengan semestinya. Menurut analisis kondisi yang tejadi sekarang ini, kader terlena dengan halusnya jalan dakwah tanpa banyak mengalami hambatan yang cukup berarti sehingga kader terkesan santai dan menganggap enteng perjuangan dakwah ini. Pepatah mengatakan kera tidak akan jatuh karena adanya angin puting beliung, bohorok ataupun angin yang bertiup kencang lainya namun kera akan jatuh karena angin yang sepoi-sepoi yang melenakanya yang membuat kera tersebut terbuai dn tertidur lalu akan jatuh.
Permasalahan yang muncul selanjutnya sebagai efek domino dari terlenanya kader adalah azzam ( semangat/ keinginan ) kader untuk belajar menjadi lemah. Efek yang cukup terasa adalah kaffaah kader yang sangat minim sehingga kemampuan untuk menganalisis dan menagmbil tindakan dengan tepat sangat lemah. Kemampua kader yan minim tersebut berakibat pada pemikiran dan tindakan yang diambil anya berdasarkan asumsi belaka tanpa dasar yang kuat. Melemahnya kaffaah kader berakibat juga pada minimnya inisiatif kader yang berakibat pada minimnya syiar kelembagaan. Kondisi tersebut semakin memperlemah kualitas darikader siyasi yang harapanya kedepan akan menjadi pemimpin masa depan. Permasalahan tersebut diatas ibarat bola salju yang siap meluncur dari puncak gunung es yang akan memporak-porandakan setiap benda yang menghalangi jalanya so, kehancuran akan terjadi dimana-mana.

Solusi Permasalahan
Mengatasi permasalahan pada proses kaderisasi membutuhkan waktu yang panjang, hal ini terjadi kaena membentuk kader cukup sulit, ibarat menggenggam pasir terlalu kencang pasir akan lepas, terlalu lemah pasirpun tak dapat dipertahankan. Pola yang kami tawarkan adalah pola kaderisasi secara bertingkat. Kaderisasi pertama adalah kaderisasi terhadap masing-masing kader. Pembinaan ini meliputi pembinaan dan penjagaan ruhiyah. fikriyah, dan jasadiyah. Pembinaan ruhiyah meliputi pembinaan tehadap spiritual (amal yaumiyah) dari kader mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, mulai dari ketertiban amal yang kecil sampai amal yang besar itulah pemahaman yang kami lakukan. Secara lebih spesifik, untuk pembinaan dan penjagaan ruhiyah kader diserahakan pada forum halaqoh mingguan dan keinginan masing-masing kader untuk menjadi lebih baik.
Pembinaan fikriyah dapat dilakukan dengan dauroh-dauroh, forum-forum kajian, diskusi rutin mingguan secara berkala bukan temporal. Selama ini kami melihat iklim yang terjadi adalah kultur untuk membaca, diskusi cukup lemah apalagi keinginan untuk menulis sangat mengkhawatirkan, padahal peradaban diawali dan dibangun dengan tulisan. Kondisi ini yang membuat banyak kader kurang dalam hal kafaah sehingga dalam setiap landasan gerak yang dilakukan, kader kurang dasar yang kuat. Kondisi tersebut sebenarnya bukan hanya kesalahan kader semata, hal ini terjadi juga karena tiada sistem yang mengarahkan kader. Kondisi ini membuat semakin lemahnya fikriyah kader.
Pembinaan terhadap jasad memilki posisi penting dalam perjuangan dakwah. Kondisi yang fit dari jasad akan mampu menopang gerak-gerak dakwah yang akan melewati padang gurun yang gersang, semak-semak belukar. Dalam penguatan jasadiyah ini mampu dipergunakan sebagai sarana penguatan kultural anatar kader dan sebagai salah satu jalan untuk mengendorkan urat-urat yang keras dan tegang. Dalam penguatan jasadiyah ini metode dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Setelah proses penguatan individu kader proses selanjutnya dapat dilakukan dengan pembuatan keluarga-keluarga ( liqo siyasi) yang akan melakukan penjagaan yang intensif terhadap kader. Apabila kondisi liqo siyasi sudah mampu menjadi wadah yang kokoh proses selanjutnya adalah membentuk sistem yang akan dijalankan dalam masyarakat
Proses yang kami paparkan diatas, merupakan sistem strategi teknis dakwah yang akan kita lakukan, adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait filosofi kaderisasi yang harus diperhatikan benar oleh setiap KAMMI yakni:
1. KAMMI harus mencari bibit-bibit unggul dalam kaderisasi (dengan tanpa meninggalkan kader-kader umum yang siap berkhidmat untuk kepentingan Islam ) , bukan malah meninggalkannya, karena para bibit unggul tersbut dianggap "sulit/alot" untuk dikader.
2. KAMMI harus mampu menawarkan visi- missi ke depan yang jelas dan memikat ; serta menawarkan romantika Islamisasi yang menantang bagi para Muslim-Muslimah yang potensial; sehingga mereka dengan senang hati akan terlibat mencurahkan segenap potensinya di jalan Islam.
3. Untuk dapat menjalankan peran no.2 diatas , maka KAMMI harus terlebih dahulu mematangkan visi-missi mereka; dan termasuk sikap mereka terhadap persoalan mendesak dan aktual kemasyarakatan; serta pada saat yang sama tersedianya para pengkader yang handal, untuk menggarap bibit-bibit potensil tadi.
4. Ciri kader -kader potensil , setelah mereka memahami dan meyakini fikroh dan manhaj yang telah diinternalisasikan kepadanya, maka jiwanya akan terpacu untuk berkerja, berkarya dan berkreasi seoptimal mungkin. Maka di sini KAMMI dituntut untuk dapat mengantisipasi dan menyalurkannya secara positif. Dan memang sepatutnya organisasi/pergerakan mampu melakukannya, karena bukankah yang namanya organsiasi/pergerakan berarti terobesesi progresif bergerak maju dengan satu organisasi yang efisien dan efektif , bukan sebaliknya.
5. Jika ternyata karena satu dan lain hal kader-kader tersebut tak dapat direkrut masuk ke dalam, maka KAMMI harus mencari mekanisme lain untuk tetap dapat berkerjasama dengan mereka dalam berbagai kemaslahatan sejauh yang dimungkinkan. Karena efektivitas dan efesiensi proses Islamisasi pada hakikatnya terkait langsung dengan kemampuan mensinergiskan seluruh potensi, bukan malah memecah belahnya.
6. Akhirnya kembali perlu ditegaskan bahwa hal yang tak boleh terjadi dalam kaderisasi, yakni suatu proses pengkaderan yang tak terobesesi / mengambil peduli untuk merekrut kader-kader yang potensil . Jika hal ini terjadi, maka sesungguhnya pengkaderan tersebut telah menyalahi filosofi kaderisasi. Itu mungkin terjadi manakala para pengkader kehilangan visi dan missi besar yang harus dimainkan oleh organisasi/gerakan Islam. Semoga kita bisa menghindarkan hal ini, suatu gejala yang lebih tepat disebut kederisasi (baca keder bahasa Betawi) ketimbang kaderisasi.
Penutup
Peran kaderisasiu yang sanagt vital dalam menjaga kelangsungan KAMMI kedepan hendaknya menjadi sebuah catatan serius disamping gerakan-gerakan yang KAMMI lakukan.
Kesimpulan
Dalam makalah mengenai pola pembinaan kaderisasi KAMMI yang ini ada beberapa hal yang dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kader suatu organisasi adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga ia memiliki kemampuan yang diatas rata-rata orang umum.
2. Pembentukan kader meliputi tiga aspek yaitu ruhiyah, fikriyah, dan jasadiyah.
3. Penjagaan kader membutuhkan sebuah sistem yang dapat menjaga kader secara konsisten dan berthap dengan baik

3 komentar: