Minggu, 02 Agustus 2009

Koalisi Halal

“ Dan Allah telah berjanaji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia bersungguh –sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumisebagai mana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa..” ( An-Nuur : 55)


Kepada Saudara-Saudara seperjuangan yang dirahmati Alloh SWT
Assalamualaikum Wr Wb
Segala puji syukur kepada Alloh SWT yang membasahi bibir dan lidah yang tajam ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammmad SAW yang telah memberikan suri tauladan terbaik kepada kita semua.
Saya mengucapkan terima kasih atas apreisiasi dan kesempatan yang telah diberikan kepada saya namun sebenarnya saya merasa lebih bahagia apabila dapat berdiskusi langsung, semoga dapt terealisasi suatu saat nanti dengan ridho Alloh SWT.
Masih hangat ditelinga kita kemarin baru saja dilakukan debat capres RI 2009-2014 namun ternyata tidak sesuai dengan bayangan dan mungkin harapan dari semua pihak bahwa debat tersebut dapat berlangsung dengan seru dan menghasilkan pemikiran baru yang brilian terkait permasalahan bangsa terutama masalah tata kelola pemerintahan karena tema debat kemarin adalah mengenai tata kelola pemerintahan. Namun apapun yang terjadi itu adalah proses awal yang baru dimulai oleh bangsa ini untuk menjadi bangsa yang lebih sejahtera tentu patut kita apresiasi karena apabila kita melihat kebelakang 64 tahun lalu pemilihan kepala Negara dialkukan dalam keadaan darurat, 43 tahun yang lalu dilakukan dengan ketidak jelasan (kudeta militer) 11 tahun yang lalu terjadi penggulingan rezim oleh rakyat tentunya apa yang terjadi hari ini adalah sebuah cahaya pagi, cahaya harapan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dalam proses menuju Indonesia yang adil dan sejahtera tersebut tentunya tidak hanya dibutuhkan segelintir orang, sekelompok massa ( golongan) namun oleh seluruh elemen bangsa. Dalam proses tersebut tentu sudah kewajiban dan hak umat Islam Indonesia untuk turut serta sebagai garda terdepan dalam perjuanag tersebut sebagai efek domino dari mayoritas rakyat Indonesia yang beragama Islam. Namun apabila melihat kondisi hari ini, umat Islam Indonesia mengalami masa darurat dimana hampir semua sektor kehidupan ini dikuasai oleh musuh-musuh Islam yang tidak menginginkan Islam kembali berjaya dengan cara menerapkan prinsip-prinsip hukum dan membentuk partai-partai dan kelompok –kelompok untuk mendukung dasar-dasar hukum tersebut, diantaranya adanya aliran seperti komunisme, sosialisme, nasionalisme dan lain-lain padahal sudah jelas Firman Alloh SWT dalam surat Al-Maidah ayat 50:
“ Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki?(Hukum) siapakah yang lebih baik dari pada(hukum) Alloh bagi orang-orang yang meyakini(agamanya)”
Tujuan dari pembentukan kelompok diatas adalah untuk membagi rakyat dan umat Islam agar berlomba – lomba dalam mencari kursi dan kekuasaan sehingga prinsip-prinsip tersebut menggusur syariat Islam. Kondisi seperti yang disebutkan diatas tentunya tidak dapat kita biarkan untuk itu beberapa bagian umat Islam Indonesia memutuskan terjun kedunia politik dengan tujuan untuk menyebarluaskan dakwah tauhid untuk menyeru kepada Alloh SWT, beribadah kepada-Nya dan menolak segala sesembahan selain-Nya guna memperbaiki kondisi Indonesia.
“.......Sesungguhnya Alloh tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum merela merunah keadaanya sendiri..” (Ar-Ra’d : 11)
Apabila melihat kondisi mental rakyat Indonesia yang mendudukan jabatan structural sebagai jabatan yang mulia, dimana politik dan kekuasaan memegang peran strategis dan berpengaruh besar tehadap tatanan kehidupan rakyat Indonesia maka proses dakwah akan lebih efektif dengan keteladanan kepemimpinan melalui pengaturan pada birokrasi dengan kata lain masuk kedalam pemerintahan. Pengaruh birokrasi terhadap perluasan dakwah dapat kita lihat juga pada saat fathu Makkah kendali kekuasaan berada di tangan Nabi Muhammad SAW sehingga kaum Quraisy bertekuk lutut dan mulai merapat untuk mendapatkan bimbingan dan pengajaran Rasulullah SAW sehingga semakin banyak penduduk Makkah yang memeluk agama Islam.
Dalam UU RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik pasal 10 dijelaskan tujuan partai politik salah satunya adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat, disamping itu parpol berfungsi sebagai sarana penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakann Negara. Sudah selayaknya langkah strategis yang diambil adalah dengan terjun keranah politik dengan membentuk partai politik dengan mengambil pertimbangan kemaslahatan yang diperoleh lebih besar dari pada kemudhorotan yang akan terjadi apabila tidak mengambil sikap untuk masuk kedalam parlemen. Keyakinan akan kemenangan dakwah seperti yang dijanjikan Alloh SWT dalam (Muhammad : 7)
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. “
menjadi batu pijakan bahwa dakwah ini akan berkembang dan menjadi salah satu benang emas terbentuknya khilafah Islamiyah. Image dan naggapan yang dibangun oleh kaum misionaris musuh Islam (sekuler) dengan memisahkan antara Islam dengan politik ( pengaturan negara) dimana urusan agama tidak dicampur adukan dengan politik karena politik itu kotor sedangkan agama itu suci sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW yang kita ketahui sekain sebagai nabi dan rasul juga menjabat menjadi pemimpin negara madinah.
Kita tidak perlu takut selama pegangan seluruh aktifis dan tujuan dakwah ini tetap menyeru tauhid kepada Alloh SWT dan Muhammad SAW dengan tetap berpegang teguh pada Al-qura’an dan As-sunnah, sesuai dengan manhaj dan sikap perilaku yang diteladankan nabi muhammad SAW Insalloh dakwah ini akan kuat mengguncang dan mensibghah politik yang dulunya kotor menjadi bersih dan sebagai ladang amal aktifis dakwah. Agama Islam yang syumul ( sempurna) adalah solusi terbaik untuk mengatasi krisis melemahnya iman, kemunduran akhlaq, kepemimpinan yang difirmakan Alloh SWT dalam surat Al-Baqarah 138 “ Sibghah Allah, Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah?Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah”
Keterpurukan ekonomi, kesejahteraan rakyat yang rendah dan tencamanya masa depan penerus bangsa sebagai akibat globalisasi menjadai masalah yang urgent untuk segera diselesaikan, untuk menerapkan syariat Islam di Indonesia menjadi sebuah kewajiban namun usaha yang dilakukan partai – partai Islam sejak terbukanya keran reformasi 1998 dengan tumbangnya rezim Soeharto bukan semudah membalik telapak tangan walaupun kondisi sulit usaha yang dilakukan mulai menampakan hasil namun belum terlalu signifikan dan menggembirakan, akan tetapai apabila kita melihat kebelakang catatan dakwah di Indonesia, pada zaman orde lama dakwah Islam adalah musuh bersama komunisme, sosislisme, marheinisme hal tersebut dapat dilihat dari banyak sekali usulan penerapan syariat Islam ( ex : permasalahan piagam Jakarta ) ditolak atau dimentahkan secara sepihak dengan alasan untuk persatuan NKRI, sedangkan pada zaman orde baru dakwah menjadi common enemy dan kambing hitam dari pemerintah setiap terjadinya permasalahan sehingga dakwah begitu terkekang dan ditekan habis-habisan.
Dakwah pada era 80-an masih saja terkekang hal tersebut dapat dibuktikan apabila ada kegiatan dakwah yang dianggap berbahaya dan mengarah kepada makar ( sebagai kedok ) dalam hal ini mengkritik pemerintah maka akan segera diberedel. Kondisi mulai berubah pada zaman reformasi bukan berarti penekanan terhadap dakwah ini hilang akan tetapi intensitasnya rendah dan mulai berkurang sebagai akibat dari terbukanya demokrasi dan keran-keran kebebasan menyampaikan pendapat sehingga partai-partai Islam yang sengaja dibentuk untuk memanfaatkan momentum dan mengembangkan dakwah sedikit demi sedikit memiliki pengaruh, sehingga mampu melindungi dakwah ini dari ancaman musuh –musuh Islam.
Melihat kondisi Pemilu 2009 ini tentunya menjadi tongkat estafet dari perjuangan partai Islam dalam mengokokohkan bangunan dakwah Islamiyah ini namun, kembali lagi kekuatan partai Islam belum mampu untuk berdiri diatas kakinya sendiri sehingga tidak ada pilihan lain yang dapat dipilih kecuali melakukan koalisi. Pada pemilu 2004 suara partai Islam sekitar 36 % sedangkan pada pemilu 2009 lebih parah lagi yaitu sekitar 30% padahal untuk mengajukan capres cawapres minimal 20% perolehan suara dan 25 % jumlah kursi DPR RI sehingga pilihan untuk berkolalisi sangatlah realistis. Koalisi yang dilakukan bukan hanya sebatas koalisi dalam mencari kursi, kekuasaan, dan jabatan namun koalisi yang dilakukan didasarkan pada kesamaan Idiologi ( visi pembangunana Indonesia) dan konstelasi kekuatan untuk memenangkan Pilpres.
Dalam sirah nabawiyah (sejarah kenabian), konsep musyarokah (partisipasi dan koalisi politik) dapat ditelusuri dari sejarah perjanjian yang melibatkan Nabi Muhammad dengan kafir Quraisy pada peristiwa Hilful Fudhul. Konteks perjanjian Hilful Fudhul tersebut adalah bahwa beberapa Kabilah Quraisy berkumpul di rumah Abdullah bin Jad-an, kemudian mereka bersepakat untuk tidak akan ada lagi menemukan warga dan penduduk yang terzholimi di Kota Makkah. Rasulullah mengungkapkan kesaksiannya pada perjanjian Hilful Fudhul, saat beliau belum diangkat Allah menjadi Rasul: "Ketika aku bersama para pamanku turut sebagai saksi dalam persekutuan di rumah Abdullah bin Jad-an, betapa senang hatiku menyaksikan hal itu. Seandainya setelah Islam datang, aku diajak mengadakan persekutuan seperti itu, pasti kusambut dengan baik.(Muhammad Al-Ghazaly, dalam Fiqhus Sirah).
Sikap positif Rasulullah SAW terhadap Hilful Fudhul menegaskan betapa Islam mendukung sebuah perjanjian yang sarat dengan nuansa perlindungan dan pembelaan hak asasi manusia (HAM), walaupun inisiator dari perjanjian tersebut datang dari kalangan non muslim, dan bahkan sebelum masa kerasulan Muhammad SAW.
Dasar pengambilan kebijakan bermusyarakah dalam konteks koalisi sekarang ini diantaranya : Pertama, menempatkan posisi legal untuk amar makruf nahi munkar. Pada saat bermuyarakah dalam posisi legal formal maka dakwah ini akan mendapatkan perlindungan, kader dakawah dapat disebar dalam berbagai sektor untuk melakukan ekspansi, guna memperkuat dukungan terhadap dakwah ini. Kedua, keberhasilan yang diraih bukan merupakan kemenangan dakwah namun sebagai batu loncatan untuk kemaskahatan dakwah yang lebih komperhensif. Ketiga, memilih diantara pilihan yang tidak ideal. Apabila terdapat pilihan-pilihan yang sama –sama tidak ideal maka sudah selayaknya memilih pilihan yang paling sedikit mudhorotnya walaupun berat untuk menerimanya.
Tolok ukur keberhasilan musyarokah menurut seorang tokoh pemikir Islam asal Tunisia yang bermukim di Inggris, Syaikh Rasyid Ganusy, musyarokah dalam makna koalisi pemerintahan, kelompok Islam dengan berbagai kelompok lainnya, paling tidak terdapat 4 tolok ukur: Pertama, musyarokah harus menjamin tetap bertahannya hal-hal yang Islami yang telah ada sebelumnya dengan menjaga iklim keterbukaan itu sendiri, yang memungkinkan gerakan dakwah, bukan saja eksis, tapi juga dapat terus berkembang menyebarkan dakwah rahmatan lil alamin bukan sebaliknya. Kedua, menambahkan suatu kebaikan yang baru pada semua level politik dan kenegaraan yang mungkin,contoh yang dapat diamabil berupa hadirnya aspek-aspek islami dalam hal peraturan perundang-undangan, praktik atau konvensi kenegaraan, jurisprudensi hukum, keteladanan para pimpinan, tradisi parpol, dan lain-lain. Ketiga, meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam segala aspeknya mulai dari pengentasan kemiskinan, pengadaan sandang pangan dan papan yang terjangkau, pelayanan kesehatan, transportasi dan sekolah yang murah. Serta jaminan rasa aman masyarakat. Keempat, adanya peningkatan perhatian dan dukungan terhadap qadhaya alam islami (problematika dunia Islam) khususnya, dan hubungan antar negara yang bermartabat secara umum.
Tolok ukur tersebut semoga akan menuai keberhasilan apabila melihat kontrak politik antara salah satu partai islam ( PKS ) dengan Partai Demokrat (SBY) yang diantaranya berisi peningkatan kesejahteraan rakyat, pemberantasan korupsi, sikap tegas terhadap Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina, pembangunan ekonomi, sosial budaya, agama dll hal tersebut tentunya menjadi sebuah cahaya pagi setelah malam gelap bagi perkembangan dakwah islamiyah. Gerakan dakwah yang moderat harus sangat hati-hati, agar tidak difitnah dengan penyamarataan sebagai gerakan ancaman nasional, regional dan internasional. Untuk hal itulah keberadaan musyarokah menjadi sangat penting. Penjelasan visi-misi dan keteladanan aksinya ke publik sangat mutlak. Agar rakyat bisa membedakan, mana sebuah gerakan yang moderat, konstruktif, partisipatif serta legal.

Namun bukan berarti musyarokah dalam pemerintahan tidak bisa ditinjau ulang apabila dinilai tidak efektif, dan pada saat yang sama jika penghentian musyarokah tersebut diprediksi tidak berdampak pada menciptakan mudhorot (keburukan) yang lebih besar bagi dakwah, dalam hal ini mudhorot dalam ukuran tidak menimbulkan fitnah terhadap gerakan dakwah atau penghambatan berbagai manuver dakwahnya di tengah masyarakat dan dalam berbagai sektor kehidupan maka peninjauan ulang bukanlah hal yang tabu. Partai Islam menjadi menjadi mitra koalisi yang kritis dengan artian akan menajadi pendukung dan garda terdepan pada saat kebijakan memberikan banyak manfaat namun menjadi tombank terdepan apabila kebijakan yang diambil ternyata banyak memberikan kemudorotan bagi umat, bangsa, dan negara.
Semoga tulisan ini mampu memberikan gambaran mengenai sudut pandang yang saya ambil terkait sikap yang saya ambil, sebatas pemahaman yang saya miliki semoga dapat kita jadikan sebagai benang merah dalam menjalin silaturahmi sehingga tidak hanya berhenti sampai tulisan ini saja. Semoga tidak mengecewakan dan apabila ada kesalahan saya mohon maaf karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar